Sejarah Hidup K.H. Abdullah Munawir bin K.H. Hasan Zainal Abidin
KH. Abdullah Munawir lahir sekitar tahun 1850 M. Silsilah beliau adalah Abdullah Munawir bin Hasan (Kalikondang Demak) bin Zainal Abidin (Karanganyar Kudus) bin Khoiruman (Jogoloyo) bin Muhammad/Mbah Palong Mertojoyo (Mertojoyo).
Beliau menimba ilmu pertama kali pada ayahnya sendiri yaitu Mbah Hasan Kalikondang. Pada saat itu di Kalikondang ada dua orang Ulama yg sama2 bernama Hasan. Mbah Hasan Zainal Abidin dan Mbah Hasan Mutsanna. Mbah Hasan Zainal Abidin terkenal dengan kealimman nya sedang Mbah Hasan Mutsanna terkenal dgn ilmu hikmah nya.
Setelah dirasa mempunyai dasar yg cukup. Mbah Munawir dan adiknya Mbah Munasir didawuhi oleh ayah beliau Mbah Hasan utk meninggalkan rumah dan mengaji diluar daerah Demak. Dengan berbekal beras, kelapa dsb dua orang kakak beradik tersebut berangkat ke arah timur. Dan berhenti di Sarang Rembang setelah mendapatkan tumpangan dokar. Mbah Munawir dan Mbah Munasir kemudian mengaji kepada KH Umar bin Harun Sarang yg pada saat itu merupakan Syaikhus Suyukh di Sarang. Seperti disebutkan dalam Kitab Tarajim Masayikh Maahid Diniyah bi Sarang al Qudoma’ karya KH Maimoen Zubair (Mbah Moen)
ومنهم (اى ومن تلاميذ الكياهي عمر بن هارون الساراني النابغين) الكياهي بيضاوي بن عبد العزيز اللاسمي والكياهي معصوم اللاسمي والكياهي منورالسماراني . .........الخ.
“Temasuk santri Kyai Umar bin Harun Sarang yg menjadi orang alim adalah KH Baedlowi bin Abdul Aziz (Mbah Baedlowi Lasem), KH Ma’soem (Mbah Ma’soem Lasem), KH Munawir Semarang. .....dst.
Setelah dirasa cukup menimba ilmu di Sarang dgn beberapa Masayikh terutama KH Umar bin Harun maka Mbah Munawir dan Mbah Munasir melanjutkan menimba ilmu di Madura kepada Syaikhona Kholil Bangkalan (Mbah Kholil Bangkalan). Karena sudah banyak mendapatkan dasar keilmuan dari Sarang maka dua orang kakak beradik tersebut tidak kesulitan utk mengikuti pelajaran dari salah satu Mahaguru Nusantara tersebut. Suka dan duka banyak dilalui oleh keduanya selama mondok di Mbah Kholil. Mereka berdua sempat terkena penyakit kulit gudikan sehingga terpaksa menempati kebon salak yg berada di dekat majlis Mbah Kholil. Dan tidak kumpul bersama teman2 yg lain krn khawatir menulari yg lain. Hal ini pun diketahui oleh Mbah Kholil dan karena mengetahui dua orang kakak beradik ini sudah mempunyai kemampuan yg mumpuni dlm keilmuan , Mbah Kholil pun sempat dawuh kepada santrinya yg ingin sorogan dsb utk mengaji dulu kepada Mbah Munawir dan Mbah Munasir “Nek meh ngaji kae lho karo sing neng salak” begitu dawuh Mbah Kholil.
Setelah bberapa tahun mengaji kepada Mbah Kholil. Kedua kakak beradik ini pun pulang dan mulai membantu ayah nya di Kalikondang Demak. Namun Mbah Munawir ternyata masih haus akan mengaji, maka beliau melanjutkan menimba ilmu kepada KH Muhammad Sholeh bin Umar (Mbah Sholeh Darat Semarang). Dan disinilah beliau bertemu dengan senior nya yaitu KH Abdullah Sajad Semarang yg kelak akan menjadi mertua nya.
Mbah Sholeh mengutus Mbah Sajad utk mengembangkan agama di Bentangan Wetan (Kawasan Timur sepanjang kali banjir kanal). Mbah Sajad pun melaksanakan perintah guru nya tersebut sembari mengajak Mbah Munawir utk membantu nya. Karena melihat sosok Mbah Munawir yg alim, tawadhu dan khumul (tidak senang terkenal). Berkat kegigihan keduanya mulailah Sendangguwo yg mulanya terkenal daerah hitam dan banyak praktek kesyirikan lambat laun berangsur angsur terwarnai dengan nilai2 islami. Demi mempererat hubungan dgn Mbah Munawir, Mbah Sajad pun nembung kepada Mbah Hasan (ayah Mbah Munawir) utk menikahkan beliau dgn putrinya yg bernama Aisyah. Mbah Hasan pun mengiyakan permintaan Mbah Sajjad tersebut. Maka dinikahkan lah Mbah Munawir dgn Mbah Aisyah dan beliau diberi tanah di sebelah Utara sungai serta dibuatkan pondok oleh Mbah Sajad. Sedangkan Mbah Sajad tetap berdakwah di Selatan sungai dengan sebelum nya membuat Masjid sebagai pusat kegiatan nya. Mbah Munawir saat itu merupakan figur yg terkenal kealiman nya, sehingga banyak Kyai yg mengaji kepada beliau. Beberapa orang diantara nya adalah KH Muslih dan KH Murodi Mranggen pendiri pesantren Futuhiyyah Mranggen. Mbah Munawir menikah utk yg kedua kalinya dengan Nyai Rohmah binti KH Abdul Jalal Genuk. Ibu dari Nyai Rohmah adalah Nyai Marhumah putri dari Syeh Abdul Latif Banten.
Setelah sekian tahun mengabdikan dirinya untuk pengembangan agama Islam, KH. Abdullah Munawir menghembuskan nafasnya terakhir pada tahun 1942. Belum genap seratus hari kematian beliau, tempat pengembangan agama Islam yang dirintisnya dari nol bersama KH. Abdullah Sajjad diporak-porandakan tentara Jepang. Pondok dan tempat tinggal beliau dibakar habis oleh tentara Dai Nippon. Hanya sebuah pohon sawo yang tersisa. Sampai sekarang pohon sawo yang ada di depan Masjid Al Munawir itu masih menjadi saksi bisu keberingasan tentara Jepang. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, istri KH. Abdullah Munawir (Nyai Rohmah) beserta putra putrinya mengungsi untuk sementara waktu. Karena keadaan yang belum aman, Nyai Rohmah dan putra putrinya bahkan sempat mengungsi dari satu tempat ke tempat yang lain. Pertama kali beliau ke daerah Tunggu (dekat Meteseh Tembalang) dan terakhir kali di Gajah Ngaluran Demak. Lama pengungsian itu kurang lebih dua setengah tahun. Beberapa hari setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Nyai Rohmah kembali ke Sendangguwo (sekarang Gemah). Sekitar tahun 1950 keluarga almarhum KH. Abdullah Munawir memulai kembali apa yang telah dirintis oleh beliau. Fasilitas pondok saat itu hanya mushola dan tempat untuk belajar dengan jumlah santri yang masih sedikit, yaitu kurang lebih dua puluh lima orang. Lambat laun banyak orang yang berminat untuk belajar agama Islam dan menetap di pondok. Hal itu karena mereka berasal dari daerah yang cukup jauh. Sehingga KH. Abdus Shomad (menantu KH. Abdullah Munawir) mendirikan semacam asrama untuk tempat tinggal para santrinya. Sekarang Pondok Pesantren Salafiyah al Munawir diasuh oleh dua putra KH. Abdus Shomad yaitu KH. Ahmad Rifai dan KH. Ahmad Baedlowi.
Silsilah Bani Hasan Zainal Abidin
Mbah Hasan bin Zainal Abidin dari pernikahan pertama dikaruniai 5 orang putra :
Dari pernikahan yang kedua dikarunia 2 orang putra :
Silsilah Bani Munawir
KH. Abdullah Munawir menikah dengan Nyai Aisyah binti KH. Abdullah Sajjad Sendangguwo dikaruniai 2 org putra :
KH Abdullah Munawir menikah dgn Nyai Rohmah binti KH Abdul Jalal Genuk dikaruniai putra dan putri :